Tuesday, May 19, 2020


DI TENGAH BENCANA CORONA: TERGERAK ATAU TERGERUS?

Merangkul kerarifan lokal Demi ketahanan ditengah Bencana: Cerita dari Netulinah

Oleh : Pdt. Seprianus Yohanis Adonis,S.Th


Pengantar
 Saya akan berbagi cerita kepada kita semua tentang gerakan-gerakan kecil yang kami buat di tempat pelayanan kami, saat pandemi virus corona mulai mewabah di Indonesia. Saya juga menyakini bahwa kita semua yang membaca tulisan ini punya gerakan-gerakan lain yang mungkin jauh lebih besar, yang bisa dibagikan kepada kita, untuk kita bisa  saling belajar, saling memperlengkapi dalam melanjutkan karya bersama kita dalam upaya pencegahan dan penaggulangan virus corona, yang kita tidak tahu kapan akan berakhir.
Bencana  Virus Corona, sebagai bencana non alam,  muncul di Indonesia pada tanggal 2 Maret. Lalu ditetapkan oleh presiden Joko Widodo menjadi bencana nasional pada tanggal 14 April 2020, melalui keppres nomor 12 tahun 2020. Menyikapi ketetapan ini, majelis sinode GMIT mengeluarkan surat himbauan tertanggal 20 Maret dan 24 Maret untuk bersama mencegah penyebaran virus Corona. berhadapan dengan kondisi ini, kami harus jujur bahwa kami sesunguhnya tidak siap, kami bingung, kami panik, kami sedikit stres dan mungkin Sebagian besar kita juga mengalami hal yang serupa.

Gerakan-gerakan kecil ditengah Bencana Covid 19
Kami coba menenangkan diri, mengumpulkan tenaga dan menghimpun beberapa kawan majelis  Jemaat dan anak muda untuk memikirkan cara terbaik apa yang dapat kami lakukan. Dalam diskusi beberapa kali kami menyepakan untuk melakukan Gerakan-gerakan kecil dengan filosofi Mari Katong Babantu = aim he al-alakit matuntauk”. Gerakan-gerakan kami dikordinir oleh kawan-kawan muda, yang bergabung dalam Satgas Tangap Bencana (STBJN).  Dasar Alkitab kawan-kawan muda bekerja adalah Markus 6:30-44: kamu harus memberi makan, berdasarkan apa yang ada padamu. Prinsip yang dipegang oleh kami semua adalah memberi kepada jemaat/masyarakat berdasarkan apa yang ada pada masyarakat.
Kami memulai gerakan dengan membuat tempat cuci tangan dari jerigen bekas dan kayu bulat  (Tipitap) di 224 Kepala keluarga. Pekerjaan ini dilakukan selama tiga hari (tanggal 24, 25 dan 26 Maret) . juga kami membantu warga jemaat mengakses pulsa listrik gratis dan kastu prakerja untuk kawan-kawan muda. 


Tipitap Karya Pemuda Nekamese
Selanjutnya kami menemukan bahwa jemaat membutuhkan sabun untuk cuci tangan. Sedangkan, kaum lansia, ibu hamil, ibu menyusui dan bayi balita membutuhkan beras untuk bertahan hidup karena pasar-pasar mingguan di desa dan kecamatan di tutup. Menyikapi ini, kami berupaya mengalang dana dengan menjual produk sanggar anak nekamese, yang awalnya keuntungan hanya dipakai untuk pengembangan komunitas anak di gereja kami, kami bersepakat untuk dialihkan untuk  penanggulangan covid 19. Adapun produk yang kami jual  adalah serbuk kelor, teh kelor, kopi kelor, coklat kelor, stick kelor, madu asli netulinah, dan tenunan. Kami sangat bersyukur karena Ketika kami cerita dan kami posting di FB, WA dan IG, kami mendapatkan respon yang sangat luar biasa. Banyak produk terjual, bahkan ada yang memberikan sumbangan uang tunai. Kami memanfaatkan seluruh hasil penjualan dan sumbangan ini dengan membeli sabun dan beras untuk dibagikan kepada kaum lansia, ibu hamil, ibu menyusui,   bayi balita, dan kaum difabbel. Sisa dari uangnya kami bersepakat untuk membeli bahan-bahan yang dapat dicapurkan untuk penyemprotan disinfektan ke tempat-tempat umum: gereja, sekolah, kantor desa dan rumah-rumah warga jemaat. Penyemprotan diinfektan kami lakukan selama dua hari (tanggal 1 dan 2 April).
Produk Sanggar Anak Nekamese (Teh, Kopi,Coklat, Stik Yang Berbahan Kelor)
Dalam kaitan dengan ibadah, sejak tanggal 23 Maret, semua ibadah dilakukan dari rumah-rumah jemaat. Namun setelah ibadah minggu tanggal 29 Maret kami datang mengunjungi beberapa kawan majelis dan jemaat. Kami bertemu dengan mereka, mereka tidak bisa bercerita lebih banyak dengan kata-kata, mereka lebih banyak bercerita dengan air mata. Hal ini disebabkan karena dua hal: pertama, seumur hidup mereka tidak pernah beribadah minggu dari rumah, mereka merasa seolah-olah mereka baru belajar menjadi orang percaya. Sesungguh ada sesuatu yang hilang dan kurang dari ibadah minggu mereka. Kedua, mereka mengatakan bahwa kami tidak bisa beribadah, kami hanya berdoa “Bapa Kami (onen na nakan) karena kami tidak bisa membaca liturgi yang dikirimkan kepada kami". Setelah tiba di pastori (rumah pelayan), saya bertemu lagi dengan beberapa lansia, mereka menyambut saya dengan air mata “Bapa tolong kami. Kami hari ini tidak gereja.” Saya coba menguatkan diri, dan menguatkan mereka. Kami berdoa bersama dan saya meminta mereka untuk Kembali ke rumah sambil berdoa untuk kami supaya ada jalan lain yang bisa dilalui, agar jemaat dapat beribadah. Ada pekerjaan baru lain harus dipikirkan oleh satgas, tentang “bagaimana jemaat dapat beribadah dengan baik ditengah-tengah pandemi ini”. Kesimpulan dari diskusi ini adalah, kami membutuhkan toa untuk dipasang di menara gereja. Pikiran kami sederhana, dengan toa kami dapat memandu jemaat beribadah dari gereja.  Ketika kami sedang bergumul untuk mengumpulkan uang  supaya membeli toa, salah satu mitra kami di Jakarta, bersedia menolong kami membelikan dua buah toa, lengkap dengan amplivere dan dua roll kabel. Hati bersyukur untuk berkat luar biasa ini. Satgas bergerak dengan cepat memasang Toa, dan pada kebaktian minggu tanggal 5 April kami mulai beribadah mengunakan Toa. Setelah kebaktian kami melakukan perkujungan dan evaluasi, kami bertemu jemaat dan wajah mereka mulai berubah sedikit gembira. Mereka mengatakan bahwa”sekalipun kita tidak bertemu dalam ruang ibadah, kita masi bisa mendengarkan suara dari gereja untuk beribadah bersama. Terima kasih bapa”. Kami kemudian bersepakat untuk toa tidak hanya pakai untuk sarana ibadah, tetapi sebagai sarana peyampaian informasi dan edukasi kepada jemaat atau masyarakat sekitar tentang virus corona. Gereja kemudian menjadi pusat informasi tentang covid 19.
Salah seorang Perempuan GMIT sedang Menjahit Masker Handmade
Tugas selanjutnya dari satgas adalah memikirkan tentang masker. Kami mendata jemaat dan kami membutuhkan sekitar seribu masker. Kami berhitung dengan cermat dan teliti,  jauh lebih murah bila kami mengerjakan sendiri, lagian uang 10 juta untuk membeli masker bagi seluruh jemaat itu sesuatu yang tidak mungkin. Persoalan lainnya yang muncul adalah: kami tidak punya penjahit dan mesin jahit.  Dengan bermodalkan toturial di youtobe, kami mencoba untuk belajar menjahit dengan tangan. Di tengah kami belajar seorang anak muda, mengatakan”dulu saya bekerja di toko boneka di Surabaya, mungkin saya bisa mencobanya lebih dahulu”. Dia mencoba menjahit satu masker dan hasil jahitan sangat rapi. Kami kemudian bersepakat untuk mengumpulkan beberapa anak muda dan perempuan GMIT untuk berlatih bersama. Alhasil, kami hanya membutuhkan dua hari, 3 jam untuk melatih 20an mama dan anak muda. Kami membeli kain, jarum, benang, meter, kapur dan karet. Kami kemudian membagikannya kepada mereka untuk mulai menjahit mengunakan jarum tangan. Alhasil satu minggu kemudian kami dapat mengumpulkan masker 1.134 buah.  Ini sebuah pencapaian yang tidak pernah kami duga sebelumnya. Ditengah-tengah kami mengerjakan ini, pemerintah desa menawarkan untuk membantu kami mengantikan uang belanja bahan baku dan sedikit penghargaan kepada mereka yang sudah menjahit. Ah, bagi saya ini berkat yang datang tak di duga.
Hal lain kami sepakati dengan pemerintah desa adalah gereja-gereja menjadi tempat karantina mandiri bagi masyarakat yang datang dari zona merah. Sampai dengan hari ini Ketika kami menuliskan cerita ini, gereja sudah melakukan karantina untuk 7 orang: 3 orang dari Surabaya, 1 orang dari Kalimantan dan 3 orang karena berbelanja di toko S di kota Soe, yang pemilik sakit karena covid 19. Saat karantina kami dari satgas  melakukan pendampingan psikososial. Pendampingan ini  kami berikan berdasarkan hasil belajar bersama Wahana Visi Indonesia, PGI dan Sinode GMIT lewat Webinar. Selain itu, kami mengirimkan minum dan makan lokal yang sehat. Hal ini kami lakukan sebagai bentuk dukungan kepada mereka supaya dapat melewati masa karantina dengan pikiran positif.
Berkaitan ketersedian pangan di dalam jemaat, kami bersyukur karena Ketika virus corona mewabah kami sedang ada di musim panen. 
Ibadah Siklus Onen Sekit Ma Abut

Hasil Panen Salah Satu Anggota Jemaat
Karena itu, kami meminta agar jemaat-jemaat bisa mengkonsumsi jagung, ubi dan pisang, serta sayur-sayur yang segar yang tersedia di kebun. Kami juga menghimbau dan meminta jemaat untuk tidak menjual hasil panen. Kami meminta mereka agar menyimpan hasil panen di ume kbubu untuk mengantisipasi kelangkaan bahan makanan bila virus ini terus mewabah. Kami meminta untuk ubi-ubi yang ada di kebun juga jangan  dipanen dulu. Biarkan saja dikebun. Labu-labu dibiarkan sampe benar-benar tua, supaya saat disimpan tidak rusak. Kami juga bersepakat agar persembahan hulu hasil tahun ini tidak dijual, tetapi disimpan di lubung gereja.  Sedangkan mereka yang sama sekali tidak bisa mengkonsumsi makanan lokal karena kondisi Kesehatan,  satgas terus mengupayakan bantuan berupa beras. Sampai saat ini,  satgas sudah melakukan tiga kali distribusi beras. Kami juga bersyukur karena saat kami bergerak kami  mendapatkan dukungan dari mitra-mitra kami di luar jemaat. Satgas berkomitmen untuk setiap bulan selalu ada distribusi beras untuk keluarga betul-betul membutuhkan. Selain itu, kami sudah meminta kepada jemaat untuk segra memanfaatkan curah hujan yang masih sisa dengan menanan tanaman yang bisa cepat di panen. Bedeng-bedeng sayur harus disiapkan di sekitar sumber air, tiap keluarga wajib membuatnya. Satgas bertugas mengontrol dan mengupayakan bibir sayur.
Masi beberapa hal lain akan dikerjakan beberapa waktu ke depan: misalnya rencana pembuatan sabun cuci tangan untuk dikirim ke 224 kepala keluarga; pelatihan terbatas untuk beberapa anak muda berkaitan dengan pengolahan pangan lokal yang sehat dan bergizi. Doakan kami agar rencana-rencana ini bisa terealisasi.

Oleh-oleh dari Netulinah
Dari apa yang dilakukan oleh anak-anak muda di Netulinah ada beberapa hal yang ingin kami serukan kepada seluruh anak-anak muda:
1.       Mari mengelola apa yang ada disekitar kita. Disekitar kita ada banyak potensi yang bisa dimanfaatkan untuk dapat kita kembangkan sebagai upaya  mencegah dan menanggulangi bencana virus corona. Jangan cepat pasrah, putus asa dan kecewa. Jangan cepat salahkan situasi. Tetapi berupaya untuk menemukan potensi yang bisa dikembangkan.  Berpikir positif tentang keadaan sekitar kita.  Jangan memulai dengan menadahkan tangan kepada orang. Berusaha dulu, kalau tidak bisa baru tadah tangan.
2.       Perkuat komunitas lokal. Dalam situasi bencana orang-orang yang ada disekitar kita yang akan bergerak cepat menolong kita. Oleh karena itu, perkuat komunitas lokal kita. Saling memberi support. Saling menopang dan memberi semangat. Agar Ketika bencana terjadi komunitas dapat melakukan aksi bersama. Jangan bilang katong di kampung bisa apa. Susa su datang, sapa mau help?. Hanya katong komunitas yang bisa help katong pung diri.
3.       Kembangkan prinsip “mari katong babantu”. Tidak ada satu manusia pun yang dalam hidupnya tidak membutuhkan orang lain, sehebat apapun dia.  Dalam bencana ini, kita saling membutuhkan. Kita yang kuat menolong mereka yang lemah. Kita yang bisa melakukan sesuatu dapat dibagikan kepada mereka yang belum bisa.
Ini yang dapat saya bagikan sebagai cerita dari netulinah.  Kawan-kawan tentu punya  cerita yang berbeda. Mari katong bergerak bersama. Kawan-kawan muda, Dunia sedang membutuhkan katong pung gerakan. Mari bergerak.  Syalom
Netulinah, 19 Mei 2020
Penyemprotan Disinfektan
Pembukusan Bantuan Pangan


Diakonia Kebencanaan

Distribusi Bantuan Bagi Keluarga Rentan

Pembagian Masker Bagi Lansia

Pemberian Masker bagi Anak jemaat oleh Satgas Kebencanaan

edukasi pemakean masker bagi anak PAR Nekamese

SATGAS PENANGGULANGAN BENCANA GMIT NEKAMESE


2 comments:

  1. Cerita yang sangat luar biasa dan meng inspirasi. Tetap semangat pak pendeta dan memberkati dengan berlimpah.

    ReplyDelete
  2. Luar biasa..tetap semangat Bpa Pendeta. Tuhan Yesus mmberkati. Syalom.

    ReplyDelete