DI TENGAH BENCANA CORONA: TERGERAK ATAU TERGERUS?
Oleh : Pdt. Seprianus Yohanis Adonis,S.Th
Pengantar

Gerakan-gerakan kecil
ditengah Bencana Covid 19
Kami coba
menenangkan diri, mengumpulkan tenaga dan menghimpun beberapa kawan
majelis Jemaat dan anak muda untuk
memikirkan cara terbaik apa yang dapat kami lakukan. Dalam diskusi beberapa
kali kami menyepakan untuk melakukan Gerakan-gerakan kecil dengan filosofi Mari Katong Babantu = aim he al-alakit matuntauk”. Gerakan-gerakan kami
dikordinir oleh kawan-kawan muda, yang bergabung dalam Satgas Tangap Bencana
(STBJN). Dasar Alkitab kawan-kawan muda
bekerja adalah Markus 6:30-44: kamu harus memberi makan, berdasarkan apa yang ada padamu. Prinsip yang dipegang oleh kami semua adalah
memberi kepada jemaat/masyarakat berdasarkan apa yang ada pada masyarakat.
Kami
memulai gerakan dengan membuat tempat cuci tangan dari jerigen bekas dan kayu
bulat (Tipitap) di 224 Kepala keluarga.
Pekerjaan ini dilakukan selama tiga hari (tanggal 24, 25 dan 26 Maret) .
juga kami membantu warga jemaat mengakses pulsa listrik gratis dan kastu prakerja untuk kawan-kawan muda.
![]() |
Tipitap Karya Pemuda Nekamese |
Selanjutnya kami menemukan bahwa jemaat membutuhkan sabun untuk cuci tangan. Sedangkan, kaum lansia, ibu hamil, ibu menyusui dan bayi balita membutuhkan beras
untuk bertahan hidup karena pasar-pasar mingguan di desa dan kecamatan di tutup.
Menyikapi ini, kami berupaya mengalang dana dengan menjual produk sanggar anak
nekamese, yang awalnya keuntungan hanya dipakai untuk pengembangan komunitas
anak di gereja kami, kami bersepakat untuk dialihkan untuk penanggulangan covid 19. Adapun produk yang
kami jual adalah serbuk kelor, teh
kelor, kopi kelor, coklat kelor, stick kelor, madu asli netulinah, dan tenunan.
Kami sangat bersyukur karena Ketika kami cerita dan kami posting di FB, WA dan
IG, kami mendapatkan respon yang sangat luar biasa. Banyak produk terjual,
bahkan ada yang memberikan sumbangan uang tunai. Kami memanfaatkan seluruh hasil
penjualan dan sumbangan ini dengan membeli sabun dan beras untuk dibagikan
kepada kaum lansia, ibu hamil, ibu menyusui,
bayi balita, dan kaum difabbel. Sisa dari uangnya kami bersepakat untuk
membeli bahan-bahan yang dapat dicapurkan untuk penyemprotan disinfektan ke
tempat-tempat umum: gereja, sekolah, kantor desa dan rumah-rumah warga jemaat.
Penyemprotan diinfektan kami lakukan selama dua hari (tanggal 1 dan 2 April).
![]() |
Produk Sanggar Anak Nekamese (Teh, Kopi,Coklat, Stik Yang Berbahan Kelor) |
Dalam
kaitan dengan ibadah, sejak tanggal 23 Maret, semua ibadah dilakukan dari
rumah-rumah jemaat. Namun setelah ibadah minggu tanggal 29 Maret kami datang
mengunjungi beberapa kawan majelis dan jemaat. Kami bertemu dengan mereka, mereka
tidak bisa bercerita lebih banyak dengan kata-kata, mereka lebih banyak
bercerita dengan air mata. Hal ini disebabkan karena dua hal: pertama, seumur
hidup mereka tidak pernah beribadah minggu dari rumah, mereka merasa seolah-olah
mereka baru belajar menjadi orang percaya. Sesungguh ada sesuatu yang hilang
dan kurang dari ibadah minggu mereka. Kedua, mereka mengatakan bahwa kami tidak
bisa beribadah, kami hanya berdoa “Bapa Kami (onen na nakan) karena kami
tidak bisa membaca liturgi yang dikirimkan kepada kami". Setelah tiba di
pastori (rumah pelayan), saya bertemu lagi dengan beberapa lansia, mereka menyambut saya dengan
air mata “Bapa tolong kami. Kami hari ini tidak gereja.” Saya coba
menguatkan diri, dan menguatkan mereka. Kami berdoa bersama dan saya meminta
mereka untuk Kembali ke rumah sambil berdoa untuk kami supaya ada jalan lain yang bisa dilalui, agar jemaat dapat beribadah. Ada pekerjaan baru lain harus dipikirkan oleh
satgas, tentang “bagaimana jemaat dapat beribadah dengan baik ditengah-tengah
pandemi ini”. Kesimpulan dari diskusi ini adalah, kami membutuhkan toa untuk
dipasang di menara gereja. Pikiran kami sederhana, dengan toa kami dapat
memandu jemaat beribadah dari gereja.
Ketika kami sedang bergumul untuk mengumpulkan uang supaya membeli toa, salah satu mitra kami di
Jakarta, bersedia menolong kami membelikan dua buah toa, lengkap dengan
amplivere dan dua roll kabel. Hati bersyukur untuk berkat luar biasa ini. Satgas
bergerak dengan cepat memasang Toa, dan pada kebaktian minggu tanggal 5 April
kami mulai beribadah mengunakan Toa. Setelah kebaktian kami melakukan perkujungan
dan evaluasi, kami bertemu jemaat dan wajah mereka mulai berubah sedikit gembira. Mereka mengatakan
bahwa”sekalipun kita tidak bertemu dalam ruang ibadah, kita masi bisa
mendengarkan suara dari gereja untuk beribadah bersama. Terima kasih bapa”.
Kami kemudian bersepakat untuk toa tidak hanya pakai untuk sarana ibadah,
tetapi sebagai sarana peyampaian informasi dan edukasi kepada jemaat atau
masyarakat sekitar tentang virus corona. Gereja kemudian menjadi pusat
informasi tentang covid 19.
![]() |
Salah seorang Perempuan GMIT sedang Menjahit Masker Handmade |
Tugas
selanjutnya dari satgas adalah memikirkan tentang masker. Kami mendata jemaat
dan kami membutuhkan sekitar seribu masker. Kami berhitung dengan cermat dan
teliti, jauh lebih murah bila kami
mengerjakan sendiri, lagian uang 10 juta untuk membeli masker bagi seluruh
jemaat itu sesuatu yang tidak mungkin. Persoalan lainnya yang muncul adalah:
kami tidak punya penjahit dan mesin jahit.
Dengan bermodalkan toturial di youtobe, kami mencoba untuk belajar
menjahit dengan tangan. Di tengah kami belajar seorang anak muda,
mengatakan”dulu saya bekerja di toko boneka di Surabaya, mungkin saya bisa mencobanya
lebih dahulu”. Dia mencoba menjahit satu masker dan hasil jahitan sangat rapi.
Kami kemudian bersepakat untuk mengumpulkan beberapa anak muda dan perempuan
GMIT untuk berlatih bersama. Alhasil, kami hanya membutuhkan dua hari, 3 jam
untuk melatih 20an mama dan anak muda. Kami membeli kain, jarum, benang, meter,
kapur dan karet. Kami kemudian membagikannya kepada mereka untuk mulai menjahit
mengunakan jarum tangan. Alhasil satu minggu kemudian kami dapat mengumpulkan
masker 1.134 buah. Ini sebuah pencapaian
yang tidak pernah kami duga sebelumnya. Ditengah-tengah kami mengerjakan ini,
pemerintah desa menawarkan untuk membantu kami mengantikan uang belanja bahan
baku dan sedikit penghargaan kepada mereka yang sudah menjahit. Ah, bagi saya
ini berkat yang datang tak di duga.
Hal lain
kami sepakati dengan pemerintah desa adalah gereja-gereja menjadi tempat
karantina mandiri bagi masyarakat yang datang dari zona merah. Sampai dengan
hari ini Ketika kami menuliskan cerita ini, gereja sudah melakukan karantina
untuk 7 orang: 3 orang dari Surabaya, 1 orang dari Kalimantan dan 3 orang
karena berbelanja di toko S di kota Soe, yang pemilik sakit karena covid 19.
Saat karantina kami dari satgas melakukan
pendampingan psikososial. Pendampingan ini
kami berikan berdasarkan hasil belajar bersama Wahana Visi Indonesia,
PGI dan Sinode GMIT lewat Webinar. Selain itu, kami mengirimkan minum dan makan
lokal yang sehat. Hal ini kami lakukan sebagai bentuk dukungan kepada mereka
supaya dapat melewati masa karantina dengan pikiran positif.
Berkaitan
ketersedian pangan di dalam jemaat, kami bersyukur karena Ketika virus corona
mewabah kami sedang ada di musim panen.
![]() |
Ibadah Siklus Onen Sekit Ma Abut |
![]() |
Hasil Panen Salah Satu Anggota Jemaat |
Karena itu, kami meminta agar
jemaat-jemaat bisa mengkonsumsi jagung, ubi dan pisang, serta sayur-sayur yang
segar yang tersedia di kebun. Kami juga menghimbau dan meminta jemaat untuk
tidak menjual hasil panen. Kami meminta mereka agar menyimpan hasil panen di ume
kbubu untuk mengantisipasi kelangkaan bahan makanan bila virus ini terus
mewabah. Kami meminta untuk ubi-ubi yang ada di kebun juga jangan dipanen dulu. Biarkan saja dikebun. Labu-labu
dibiarkan sampe benar-benar tua, supaya saat disimpan tidak rusak. Kami juga
bersepakat agar persembahan hulu hasil tahun ini tidak dijual, tetapi disimpan di lubung
gereja. Sedangkan mereka yang sama
sekali tidak bisa mengkonsumsi makanan lokal karena kondisi Kesehatan, satgas terus mengupayakan bantuan berupa
beras. Sampai saat ini, satgas sudah
melakukan tiga kali distribusi beras. Kami juga bersyukur karena saat kami
bergerak kami mendapatkan dukungan dari
mitra-mitra kami di luar jemaat. Satgas berkomitmen untuk setiap bulan selalu
ada distribusi beras untuk keluarga betul-betul membutuhkan. Selain itu, kami
sudah meminta kepada jemaat untuk segra memanfaatkan curah hujan yang masih
sisa dengan menanan tanaman yang bisa cepat di panen. Bedeng-bedeng sayur harus
disiapkan di sekitar sumber air, tiap keluarga wajib membuatnya. Satgas bertugas
mengontrol dan mengupayakan bibir sayur.
Masi
beberapa hal lain akan dikerjakan beberapa waktu ke depan: misalnya rencana
pembuatan sabun cuci tangan untuk dikirim ke 224 kepala keluarga; pelatihan terbatas untuk beberapa
anak muda berkaitan dengan pengolahan pangan lokal yang sehat dan bergizi.
Doakan kami agar rencana-rencana ini bisa terealisasi.
Oleh-oleh dari Netulinah
Dari apa yang dilakukan oleh
anak-anak muda di Netulinah ada beberapa hal yang ingin kami serukan kepada
seluruh anak-anak muda:
1. Mari
mengelola apa yang ada disekitar kita. Disekitar kita ada banyak potensi yang
bisa dimanfaatkan untuk dapat kita kembangkan sebagai upaya mencegah dan menanggulangi bencana virus
corona. Jangan cepat pasrah, putus asa dan kecewa. Jangan cepat salahkan
situasi. Tetapi berupaya untuk menemukan potensi yang bisa dikembangkan. Berpikir positif tentang keadaan sekitar
kita. Jangan memulai dengan menadahkan
tangan kepada orang. Berusaha dulu, kalau tidak bisa baru tadah tangan.
2. Perkuat
komunitas lokal. Dalam situasi bencana orang-orang yang ada disekitar kita yang
akan bergerak cepat menolong kita. Oleh karena itu, perkuat komunitas lokal
kita. Saling memberi support. Saling menopang dan memberi semangat. Agar Ketika
bencana terjadi komunitas dapat melakukan aksi bersama. Jangan bilang katong
di kampung bisa apa. Susa su datang, sapa mau help?. Hanya katong komunitas
yang bisa help katong pung diri.
3. Kembangkan
prinsip “mari katong babantu”. Tidak ada satu manusia pun yang dalam hidupnya
tidak membutuhkan orang lain, sehebat apapun dia. Dalam bencana ini, kita saling membutuhkan.
Kita yang kuat menolong mereka yang lemah. Kita yang bisa melakukan sesuatu
dapat dibagikan kepada mereka yang belum bisa.
Ini yang dapat saya bagikan
sebagai cerita dari netulinah. Kawan-kawan
tentu punya cerita yang berbeda. Mari
katong bergerak bersama. Kawan-kawan muda, Dunia sedang membutuhkan katong pung
gerakan. Mari bergerak. Syalom
Netulinah, 19 Mei
2020
![]() |
Penyemprotan Disinfektan |
![]() |
Pembukusan Bantuan Pangan |
![]() |
Diakonia Kebencanaan |
![]() |
Distribusi Bantuan Bagi Keluarga Rentan |
![]() |
Pembagian Masker Bagi Lansia |
![]() |
Pemberian Masker bagi Anak jemaat oleh Satgas Kebencanaan |
![]() |
edukasi pemakean masker bagi anak PAR Nekamese |
![]() |
SATGAS PENANGGULANGAN BENCANA GMIT NEKAMESE |
Cerita yang sangat luar biasa dan meng inspirasi. Tetap semangat pak pendeta dan memberkati dengan berlimpah.
ReplyDeleteLuar biasa..tetap semangat Bpa Pendeta. Tuhan Yesus mmberkati. Syalom.
ReplyDelete